Saturday 13 October 2012

Karya Sastra Indah : Tisu Dari Langit


Seandainya dapat dilahirkan kembali, aku ingin menjadi tisu. Tisu yang setia di tas punggungmu maupun di saku seragam sekolahmu. Yaitu Tisu yang akan menghapus keraguan yang mulai menetes dari mata mu.


Entah sudah berapa lembar tisu ia habiskan untuk mengusap benih-benih hujan dari langit itu. Dua langit yang kala ia berbinar menyorotkan dua buah matahari hitam yang berkilau karena pantulan matahari yang di langit biru. Saksi sejarah ketika dua buah langit mulai memerah karena kesetiaan yang ia pelihara, lapuk karena kekasih hatinya lebih tertarik dengan langit-langit yang lain. Mungkin karena kesetiaan bukanlah seperti matahari dan bulan yang saling membuat langit menjadi terhiasi. Juga mungkin bukan seperti bintang-bintang di angkasa yang bertaburan membentuk lengkungan menyerupai setengah huruf ketiga dalam abjad Alphabet yang menyerupa senyummu kala dua langit di wajahmu berwarna putih cerah dengan dua matahari hitam bermanik mengkilap.

"Pergi kau! Dasar pengganggu" itu kan kalimat yang kau lontarkan ketika kucoba mengusap air matamu dengan selembar tisu. Entah apa alasanmu hingga berbuat seperti itu. Ya aku tak terlalu pedulilah kau anggap aku ini pengganggu, sok perhatian, sok peduli atau sok-sok yang lainnya pun aku tak peduli karena aku hanya ingin menghapus air matamu. Aku hanya tidak rela dua langit putih cerah dengan dua matahari hitam bermanik mengkilap itu menjadi merah muda, dan parahnya lagi sampai hujan!

Kini hujan dari dua langit yang tak lagi cerah sudah sampai di pipi segaris pucuk hidungmu. Aku perhatikan air itu. Kenapa kau biarkan air itu menurun hingga seturun itu? Terlintas pertanyaan dalam benakku. Entah apa yang membuatmu hingga sesedih ini. Sedih? Apa kamu sedih? Menurutku tidak. Tapi kenapa kamu menangis? Mungkin karena kekesalanmu dengan kekasihmu. Bisa jadi. Entahlah aku tidak peduli urusanmu dengan kekasihmu. Aku hanya tidak rela dua langit putih cerah dengan dua matahari bermanik hitam mengkilap itu menjadi dua langit yang mendung berwarna merah muda, dan parahnya lagi sampai turun hujan!


"Aku tidak apa-apa, pergi kau!!" hujatnya padaku kala kucoba menghapus air matanya dari pipinya yang sudah hampir mencapai dagu. "Sial, perhatianku yang tulus ini dia anggap sampah" celotehku dalam hati. Aku masih saja heran dengan kalimat yang baru saja ia lontarkan. Sampah. Aku juga heran kenapa ketulusan ini dianggap sampah seperti tisu yang sehabis ia gunakan lalu dibuang seperti sampah lainnya. Padahal tisu tak sejahat kekasihnya yang sudah membuat matanya memerah, dan parahnya lagi sampai membuat ia menangis. Aku heran kenapa tidak kekasihnya saja yang ia buang? Kenapa harus tisu? Tisu yang setia sedia kapan pun untuk mengahapus air matanya, kini harus ia remat, kusut dan porak poranda. Sekusut dan seporak porandanya hati ini kala celutusnya masuk kedalam telinga.

Tapi kini sepertinya kau mulai luluh lagi dengan kekasihmu. Aku merasa ikut senang karena aku harap tidak ada lagi yang membuat dua langit cerah di wajahmu itu menjadi merah muda, dan parahnya lagi kalau sampai hujan! Tapi cinta dan kekasihmu itu seperti air laut dan terik matahari yang kala keduanya bertemu akan membentuk uap air. Uap air yang terkadang di saat yang tak terduga akan menurunkan hujan dari matamu.

Kini kau sudah kembali pada kekasihmu, dan mata yang memerah dan berair itu sudah lama tak kulihat lagi. Tapi tisu masih setia di tas punggungmu maupun di saku baju seragammu meski ujungnya kau remat hingga menjadi kusut dan porak poranda hingga akhirnya mendarat di sebuah tempat yang sangat bau. Mungkin tisu lah yang sangat berjasa bagimu. Bukan kekasihmu dan bukan pula aku. Apalagi aku, belum apa-apa sudah kau salah artikan dan kau campakkan.
Suatu hari ku dapati dirimu menunduk memencet-mencet ponsel dengan seriusnya lalu tak lama kemudian air mata itu datang lagi. Ternyata lelaki yang kau anggap kekasih sudah bukan murni kekasihmu lagi. Lagi cinta membuat matamu memerah lalu hujan.


Tiba-tiba aku terbangun dan kudapati tubuh ini terasa basah kuyup, kusut dan hampir porak poranda. Mungkin aku baru saja kau gunakan mengusap air matamu sebelum akhirnya mendarat di tempat sampah yang kotor dan bau ini. Kubuka mata, hujan tisu baru saja terjadi.



Lum`jang, 4-10-2012

Wisnu Vandal,.

No comments:

Post a Comment