Monday 3 August 2015

Cerita Memilukan Seleksi Beasiswa BIDIK MISI

Salam...
Cerita ini saya dapatkan dari ibu saya yang pernah bertemu dengan seorang karyawan sebuah instansi di Jember. Saat itu ibu saya sedang jalan-jalan di kota Jember, dan tidak sengaja bertemu dengan bapak-bapak yang saya sebutkan karyawan tadi. Dari ketidaksengajaan itu, entah apa yang menyebabkan tiba-tiba ada percakapan tentang perkuliahan, dan lebih spesifiknya tentang beasiswa bidikmisi. Singkat cerita bapak tersebut bercerita keluh kesah tentang nasibnya, nasib anaknya terutama. Beliau memiliki seorang putra yang sangat pandai dan bisa dikatakan cerdas. Semasa sekolah, anaknya selalu aktif dalam mengikuti kegiatan pelombaan akademik baik tingkat provinsi maupun nasional. Berbagai medali emas sudah sering ia sabet. Nah, dari salah satu perlombaan yang ia menangkan, dia bertemu dengan seorang dosen yang menjanjikan freepas masuk salah satu PTN yang sangat favorit dan bagus di mata masyarakat. Siapa juga yang tidak mau masuk PTN itu tanpa tes tanpa ribet langsung masuk saja. Sang anak mengutarakan keinginannya masuk PTN tersebut pada bapaknya, dia juga menjelaskan kalau masuk PTN itu tanpa tes, sudah dapat freepas imbuhnya. Sang bapak yang sangat bangga tadi bertanya pada anaknya, apakah dia juga mendapat beasiswa? ternyata tidak. Anaknya hanya mendapat freepass masuk PTN itu saja, tanpa beasiswa (reguler). Bapaknya memperhitungkan biaya kuliah anaknya, sudah jauh dari tempat tinggal, UKTnya pun mahal. Sebagai orang tua tentu sedih jika dihadapkan dengan permasalahan tersebut. Karena tak ingin membebani orang tua, sang anak mendaftar beasiswa Bidikmisi dari Dikti. Namun, beasiswa itu ditolak. Tak heran sang bapak mengaku bahwa ia memiliki rumah yang cukup bagus, listriknya pun bedaya besar, 1300watt. Besar kemungkinan bahwa bidikmisinya ditolak karena hal tersebut. Sang bapak kebingungan dengan kenyataan itu. Ia menjelaskan bahwa pendapatannya saat ini belum mencukupi untuk kebutuhan kuliah anaknya, lahwong untuk kebuhan sehari-hari keluarganya sudah kesulitan. Di instansi tersebut ia mendapat gaji Rp. 900.000,00 setiap bulannya, dan ditambah pendapatan istrinya yang berjualan kue. Jika anda mendengar cerita tersebutl, dalam hati pasti anda bertanya "dengan penghasilan sekecil itu bagaimana bisa punya rumah bagus, listriknya besar pula?". Tanpa terlontar pertanyaan tersebut dari ibu saya. Bapak itu menambahkan sendiri, bahwa ia dulu pernah bekerja di perusahaan otomotif asal jepang, gajinya sangat banyak. Dari tabungannya saat bekerja tersebut dia membangun rumah bagus itu. Ia mampu membeli beberapa kendaraan roda dua. Tapi sayangnya beberapa tahun kemudian ia terkena PHK dari perusahaan, dan tidak mendapat pekerjaan lain lagi, kecuali di instansi tempat Ia bertugas saat ini.

Mungkkin inilah letak kelemahan persyaratan beasiswa bidikmisi, mengingat harta fisik yang dimiliki saat ini ternyata belum tentu mencerminkan kondisi ekonomi terbaru. Bisa saja memiliki rumah bagus namun sebenarnya income yang didapat sangat minim.

No comments:

Post a Comment